Sabtu, 28 Desember 2013

Mampir Kediri (Backpaker Bandung-Kediri)

Tuhan Bersama Para Backpaker

Backpaker To Kediri (29 Oktober 2013 – 1 November 2013)

Backpaker adalah perjalanan mencari teman, bukan mencari teman yang seperjalanan.

Backpaker adalah sensasi menemukan luapan rasa bahagia dalam segala keterbatasan. Menguji kesabaran dalam berbagai tekanan.

Backpaker bukan soal mana yang kuat atau yang cekat,
Backpaker bukan soal yang cepat atau yang telat,
Backpaker bukan soal yang tangguh atau yang lumpuh,
Backpaker bukan juga soal siapa yang terjauh menempuh perjalanan,
Bukan soal berapa banyak daerah yang telah dijelajahi atau ditapaki,
Bukan soal berapa banyak destinasi wisata yang telah terpenuhi,
Bukan ajang unjuk gigi siapa yang paling sedikit dalam mengeluarkan biaya perjalanan dan kemampuan menjelajah,

BUKAN

Backpaker buatku adalah seberapa banyak teman dan pengalaman baru yang bisa didapatkan selama menempuh perjalanan.

Stasiun Kediri

#MampirKediri,

Sebuah kota yang terkenal dengan produksi tahu. Kota ketiga terbesar di Propinsi Jawa Timur, setelah Surabaya dan Malang.

Backpaker kali ini terispirasi dari sebuah obrolan di twitter bersama seorang teman lama saat masih duduk di bangku sekolah dasar, Atika Amalia. Ia bercerita mengenai masa backpacker di Kediri yang mungkin boleh dibilang itu bukan backpacker. Karena tika, begitu biasa dipanggil, sedang memang ada kegiatan di Kota Kediri untuk beberapa bulan.

Lanjut cerita, Tika menceritakan beberapa destinasi dan hal-hal menarik yang terdapat di Kota Kediri. Mulai dari Bangunan Gumul yang terdapat di daerah simpang lima. Bangunan besar yang mirip bangunan Renaissance yang ada di Prancis. Lalu terdapat Masjid Agung Kediri, Gereja Merah, Sungai Brantas yang dulu sempat terkenal karena kasus limbah dan pencemaran, Wisata Gunung Kelud, dan Kampung Pare atau lebih dikenal dengan sebutan kampung inggris.
Gumul, Kediri
#MampirKediri,

Perjalanan saya yang awalnya akan dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2013 terpaksa diundur dikarenakan tidak kebagian tiket kereta. Terpaksa di undur ke tanggal 29 Oktober 2013, tiket tersisa memang hanya di tanggal itu.

29 Oktober 2013,
Saya berangkat dari kosan menuju cihampelas. Kenapa cihampelas? Ya karena backpacker kali ini saya ditemani oleh seorang teman, Febri. Dari cihampelas kemudian saya berangkat naik angkot menuju stasiun kereta api kiaracondong. Kereta berangkat pukul 20.30. Kereta langganan saya jika ingin memulai perjalanan menuju daerah jawa tengah, jogja, dan jawa timur. Kereta Kahuripan, kereta kelas ekonomi yang mempunyai trayek kiaracondong – Kediri.
Febri
Di stasiun seperti biasa telah dipenuhi oleh berbagai penumpang yang tengah menanti jadwal keberangkatan. Di stasiun kiaracondong sekarang terdapat layanan untuk isi ulang batere handphone gratis. Tinggal colok dan silahkan men-charge batere sampai penuh. Lokasinya ada di sebelah kiri saat masuk pintu utama stasiun. Atau di sebelah loket penjualan tiket kereta.

Satu jam sebelum keberangkatan, terdengar suara petugas yang mempersilahkan penumpang untuk memasuki peron pemberangkatan kereta api. Sebelum masuk peron terdapat loket pemeriksaan tiket dan kartu tanda pengenal. Setelah melewati loket pemeriksaan, saya langsung menuju peron.
20.30, saatnya untuk berangkat menaiki kereta api. Disini saya sempat salah naik gerbong yang mengakibatkan salah paham dengan penumpang yang seharusnya. Saya minta maaf dan kemudian pindah menuju gerbong yang tertera di tiket. Gerbong enam dengan nomor kursi dua belas A dan dua belas B. Namun saat menemukan kursi yang tepat, ternyata saya masih belum bisa duduk. Sebuah keluarga kecil tengah sibuk makan untuk mengganjal perut yang lapar. Saya harus mengalah terlebih dahulu dengan dengan duduk di kursi lain yang kosong.

30 menit kemudian, keluarga kecil tadi telah selesai makan malam. Padahal saya belum makan sama sekali dari siang. Akhirnya bisa duduk di kursi yang memang seharusnya jadi hak saya. Selama di kereta saya berbincang-bincang dengan keluarga kecil tadi. Ada adik kecil yang bernama Rifki dan teteh nya yang bernama Intan. Mereka akan menuju nganjuk, jawa timur. Katanya sih mau wisata. Karena ini adalah kereta malam, maka sebagian besar penumpang kemudian tampak terlelap dan beristirahat. Ini juga yang membuat saya semakin memfavoritkan kereta kahuripan sebagai andalan transportasi saat backpakeran. Saya bisa beristirahat selama perjalanan tanpa mengganggu waktu tidur.

30 Oktober 2013,
06.00, kereta memasuki Kota Jogjakarta. Sebagian besar penumpang kemudian turun di Stasiun Lempuyangan. Kereta mulai tampak lengang. Beberapa gerbong ada yang hanya terisi setengahnya saja.  07.00, kereta memasuki Kota Solo. Ada penumpang yang naik. Mata saya terpaku pada seorang wanita yang sudah berumur 45-an bersama seorang anaknya yang berumur sekitar 25-an. Mereka naik dan kemudian duduk di kursi sebelah saya. 08.30, kereta sampai di Stasiun Kertosono. Keluarga kecil tadi kemudian turun dan berpamitan dengan saya. Tiba-tiba si ibu yang tadi naik dari Solo mulai menyapa dan mengajak ngobrol. Entah kenapa, terasa ada hal yang janggal. Mulai dari si Ibu yang terasa begitu cepat akrab, anaknya yang begitu pendiam, pertanyaan-pertanyaan yang seakan ingin mengetahui jatidiri saya, dan ajakan “memaksa” untuk mau ikut dengan dia ke rumahnya di Kediri. 09.30, kereta sampai di Stasiun Besar Kediri. Di stasiun semakin terasa aneh saat saya mulai terlihat “manut” terhadap setiap ajakan si ibu. Tiba-tiba seorang tukang becak stasiun berbicara kepada saya, “Kenal dengan ibu itu, mas? Hati-hati, sekarang lagi banyak penculikan orang. Lebih baik sendiri saja”. Febri kemudian berkata untuk tidak usah ke rumah si ibu, lebih baik jalan sendiri saja mengikuti kata si bapak tukang becak. Saat saya kembali menoleh ke si ibu, dia berjalan menjauh seperti tengah berdiskusi dengan dua orang anaknya di salah satu sudut stasiun. Satu hal lagi yang membuat saya semakin kuat untuk tidak ke rumah si ibu adalah spanduk di stasiun yang berisi himbauan untuk berhati-hati terhadap orang yang baru dikenal selama perjalanan. Karena modus kejahatan gendam, hipnotis, bius dan sejenisnya yang kerap terjadi di kereta ataupun stasiun. Saya pun kemudian berpamitan dengan si ibu dan anaknya yang masih terlihat seperti berdiskusi. Semoga itu cuma sebatas dugaan, karena saya tidak ingin berburuk sangka pada orang lain. Dan saya memutuskan untuk tidak ke rumah si ibu juga untuk berjaga-jaga.

Saya kemudian mulai berjalan kaki pergi ke arah selatan stasiun. Kembali membaca buku itinerary destinasi backpacker yang telah saya buat. Pare, itulah tujuan saya selanjutnya. Pare yang dikenal dengan kampung inggris. Karena saya dengar disana warga kampung banyak yang bisa berbahasa inggris. Perpajalan ke kampung pare dapat ditempuh dengan menggunakan Bus Puspa Indah trayek Kediri – Malang. Ongkosnya cukup murah, cuma Rp. 5.000 sampai ke Kampung Pare. Perjalanan dari Kediri menuju Pare ditempuh selama 60 menit.
Gerbang Kampung Pare, Kediri
Kampung Pare atau secara administrasi merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Kediri. Terletak di sebelah timur Kota Kediri. Pare memiliki lokasi yang sangat strategis. Pare merupakan jalur perlintasan antara tiga kota besar di jawa timur. Terletak di tengah-tengah antara Surabaya, Malang, dan Kediri. Jadi Jika ingin bertualang di jawa timur. Pare adalah lokasi strategis untuk memulai sebuah perjalanan. Di Pare juga terdapat fasilitas yang dibutuhkan oleh para traveller, seperti: tempat penyewaan mobil, penyewaan motor, penyewaan sepeda, penginapan, dan tempat makan plus wifi yang buka 24 jam.

Hari pertama di Pare, saya keliling-keliling dengan berjalan kaki sembari menanyakan program-program les bahasa inggris berikut rincian biaya yang harus dikeluarkan. Harganya relatif murah menurut saya, mulai dari Rp. 200 ribu/ bulan sampai Rp. 600 ribu/ bulan. Harga tergantung dari program yang pendalaman yang ingin kita kuasai, seperti: speaking, toefl, ielts, grammar, vocabulary, dan sebagainya.
Malam pertama di Pare saya tidur di masjid. Cukup nyaman dengan tikar masjid dan berbantalkan tas backpake yang setia menemani perjalanan.
Masjid Tempat Nginep
Hari kedua di Pare, saya menuju tempat penyewaan motor. Harga sewa motor mulai dari Rp. 25 ribu/ 6 jam, Rp. 40 ribu/ 12 jam, dan Rp. 70 ribu/ 24 jam. Saya menyewa selama enam jam. Mulai dari pukul 08.00-14.00. Karena enam jam menurut saya sudah cukup untuk menempuh destinasi tempat yang sudah saya tetapkan kali ini, yaitu: Gunung Kelud, Kediri, dan keliling Pare.
Tempat Makan Free Wifi + Sewa Motor
Dari pare menuju gunung kelud kira-kira 60 Km. Jarak tempuh lebih kurang 45 menit. Di Gunung kelud terdapat pemandangan pegunungan yang sangat mempesona. Disini tidak usah kawatir, karena saat ini ke daerah puncak Gunung Kelud sudah bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor. Layaknya Gunung Tangkuban Parahu yang ada di Bandung. Di Gunung Kelud terdapat terowongan sepanjang 50 meter yang menghubungkan areal utama wisata menuju anak Gunung Kelud. Selain itu juga terdapat tempat pemandian air panas dan wahana flying fox. Di perjalanan ke Gunung Kelud terdapat sebuah jalan yang disebut “Mysterius Road”. Misterius disini bukan berarti berkaitan dengan hal ghaib. Misterius disini maksudnya adalah jalan yang sebenarnya turunan, namun saat dilihat dengan mata terlihat seperti sebuah jalan yang menanjak. Hal ini dibuktikan dengan sepeda motor yang terlihat mendaki sendiri, padahal mesin dalam kondisi mati. Itulah misterinya jalan ini. Silahkan kunjungi jika kalian penasaran.
Petunjuk Arah, Maybe

Monumen Jalan Misterius Wisata Gunung Kelud


Gunung Kelud


Ane
Goa menuju Anak Gunung Kelud



Anak Gunung Kelud

Gunung Kelud


Gunung Kelud

Gunung Kelud


Gunung Kelud

Monumen Peresmian Tempat Wisata Gunung Kelud


Setelah dari Gunung Kelud, saya kemudian menuju Kediri. Jarak dari Gunung Kelud menuju Kediri itu sekitar 40 Km. Jarak tempuh waktu itu sekitar 30 menit, karena bawa motornya sambil ngebut. Di Kediri, saya menuju Masjid Agung Kediri yang terletak di dekat Alun-Alun Kota Kediri. Numpang sholat dan kena biaya parkir motor Rp. 1.000. Karcisnya jadi kenang-kenangan buat saya. Masjid Agung juga cukup dekat dengan terminal Kediri. Lebih kurang 1 Km ke arah barat menyeberangi sungai brantas.
Dari Kediri kemudian saya pulang menuju Pare. Kebetulan jalan dari Kediri menuju Pare melewati simpang lima Gumul. Gumul, bangunan yang mirip bangunan Rennaissance di Prancis. Begitu megah berdiri di perbatasan timur Kota Kediri. Saya hanya berhenti sejenak dan mengabadikan momen berada di Gumul. Sayangnya saya tidak sempat sekedar berjalan kaki mengelilingi Gumul nan megah ini. Saya meneruskan perjalanan menuju Pare karena waktu sewa motor yang akan segera habis. Sedikit informasi untuk denda keterlambatan pengembalian sewa motor adalah Rp. 5.000/ jam.

Sesampainya di Pare, saya segera menuju tempat penyewaan motor. Melanjutkan perjalanan tambahan menuju Jogjakarta. Panggilan mampir dari seorang kakak senior yang sudah seperti kakak sendiri. Kalau udah panggilan seperti ini biasanya wajib. Inget pasal senior junior. Pasal satu, senior selalu benar dan junior selalu salah. Pasal dua, jika senior salah maka kembali ke pasal satu. Tapi ya begitulah, walau terkesan kejam jika dibaca, namun dalam pelaksanaannya asik-asik aja. Malah jadi kenangan tersendiri untuk ketawa bersama.

Saya segera mencari transportasi. Awalnya mau pakai tumpangan mobil bak atau truk. Namun jempol saya sepertinya belum beruntung. Andalan terakhir adalah kembali naik Bus Puspa Indah menuju Kediri. Dari Terminal Kediri ternyata tidak ada Bus AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) trayek Kediri-Jogja. Saya harus naik Bus Kawan Kita terlebih dahulu menuju Nganjuk. Dari Nganjuk baru terdapat Bus AKAP menuju Jogja. Ongkos Bus dari Kediri – Nganjuk adalah Rp. 8.000. Sedangkan ongkos dari Nganjuk – Jogjakarta adalah Rp. 30.000.

Nah, selama di jogja ini saya di jamu full service sama senior yang bernama Rina Yulius. Indahnya kekeluargaan saat pramuka. Mulai dari makan di Café Raminten yang berpegawai anak-anak lulusan SLB (Sekolah Luar Biasa), ongkos bus, tempat istirahat, bahkan dikasih bekal buat isi perut selama perjalanan ke Bandung. Thank You Very Much Kakaaaaaakkk, nior. Semangat beresin Thesis nyo !! :’)
Rina Yulius (kiri), Saya (tiduran)
Beres dari jogja, saya kemudian pulang ke Bandung dengan kereta api. Dan lagi-lagi diantarkan oleh si Kahuripan.
#MampirKediri

Total biaya:
Makan (total)               Rp. 50.000
Bandung-Kediri           Rp. 50.000
Kediri-Pare                 Rp.   5.000
Sewa Motor                Rp. 25.000
Bensin Motor              Rp. 26.000
Tiket Wisata Kelud      Rp.   9.500
Tiket Motor Kelud       Rp.   2.000
Parkir (total)                Rp. 10.000
Pare-Kediri                 Rp.   5.000
Kediri-Nganjuk           Rp.   8.000
Nganjuk-Jogja             Rp. 30.000
Trans Jogja                  Rp.   3.000
Jogja-Bandung             Rp. 50.000
Toilet Term.Giwangan  Rp.   2.000
----------------------------------- +
TOTAL                     Rp.275.500

1 komentar:

  1. salam kenal om Marta ..
    saya ada rencana solo backpacker ke Kediri, boleh minta cp sewa motor disana om ?

    BalasHapus