Sabtu, 28 Desember 2013

Kekasih Pagi Hari


"Yank, kamu udah makan belum??", tanya Ana.
"Belum", jawabku singkat.
"Mau aku bikinin bekal?? tapi aku cuma bisa bikin mie goreng yank, Itu juga dari mie instan", Ana berbicara  dengan nada yang pelan, mungkin takut membuatku kecewa.

Sebuah senyuman menjadi ekspresi spontan saat mendengar perkataan kekasih ku. Jangan kan mie instan, pertanyaan perhatianmu saja sudah lebih dari cukup untuk memulai hari ku. Sebuah pelukan hangat ku berikan untuk kekasih yang selalu menemani ku mulai dari kami pacaran dulu.

****

Ini adalah hari yang biasa, selalu dimulai dengan terbitnya matahari dari ufuk timur dan denting jam yang berputar sesuai arahnya yang biasa. Tidak ada yang spesial saat ku terbangun pada pagi ini. Bangun tidur ku terus mandi, tidak lupa menggosok gigi, habis mandi ku tolong kekasih, membersihkan tempat tidurku. Ini lah hari-hari ku seperti biasa. Jam tujuh adalah jadwal untuk ku untuk bersegera berangkat menuju kantor. Mengendarai mobil menuju salah satu pusat pemerintahan di  Kota Kembang.

Namun hari ini begitu berbeda dengan perbincangan santai saat ku hendak berangkat. Kekasih ku memberikan sebuah bekal mie instan yang mungkin sudah dipersiapkannya selagi aku mandi dan berganti pakaian tadi. Mie instan ini akan menjadi pengisi perut ku untuk sarapan pagi yang biasa ku lewatkan. Mungkin aku terlalu lupa untuk sekedar meluangkan waktu mengisi perut di pagi hari.

****

"Ana, kamu sudah sarapan??", tanyaku pada Ana.
"Belum yank, pagi ini aku belum sempat untuk sarapan. Tapi aku sudah membuatkanmu sarapan", Di tangan Ana terlihat sedang memegang kotak bekal makanan dengan mie instan di dalamnya. Sebuah senyuman terlihat menyembul dari wajah Ana yang cantik.
"Terima kasih sayang", sebuah senyuman dan kecupan mendarat di dahi nya.

Mie instan yang begitu menggugah selera. Bukan karena mie instan nya, tetapi karena orang yang selalu dengan semangat dan keikhlasan setiap pagi untuk membuatkan ku sarapan.

****

Ana, gadis cantik yang mempunyai dua bola mata bening yang menurut ku menawan. Wajah oval dengan sedikit sentuhan pipi chubby dari orang tua nya. Paras yang menentramkan hati setiap kali ku pandang dan ku bayangkan. Dua alis mata yang terkesan tegas melengkung indah di atas kedua bola mata nya. Sedangkan  hidung dan bibir yang dimiliki Ana begitu mencirikan bahwa dia adalah orang indonesia asli, bukan hasil naturalisasi ataupun ras indo. Aku cinta indonesia....

Kami kenal di bangku kuliah saat masih sama-sama menjadi aktivis di kampus biru langit. Aku yang awalnya masuk organisasi berniat sekedar ingin mencari pengalaman dan ilmu, saat itu menyelam terlalu jauh dan tenggelam dalam dunia aktivis yang kritis, masif, keras, dan berpolitik. Sedangkan Ana mulai meninggalkan dunia aktivis saat mengetahui aktivis sekarang sudah banyak yang dirusak moral maupun logika nya, mungkin aku salah satu contohnya. Sedikit sekali jumlah aktivis yang benar-benar murni ingin memperjuangkan kepentingan bersama. Menurutku aktivis adalah miniatur panggung politik nya para mahasiswa. sebelas dua belas lah sama kelakuan para kaum elit, pejabat, atau politikus negeri ini.

Aku mulai sibuk dengan dunia aktivis, Ana pun mulai sibuk dengan dunia nya yang mulai jauh dari kegiatan organisasi mahasiswa. Tak sedikitpun terbesit di kepala ini untuk mengingat Ana yang begitu spesial bagi ku dari semester satu. Mungkin karena itu aku begitu sanggup menyimpan nya di dalam hati.

Orang bijak pernah berkata,"Pikiran mungkin sulit untuk dikendalikan agar selalu berada dalam kebenaran, tapi hati akan selalu setia membimbing dan berbicara tentang kebenaran."

Kesimpulannya, keberadaan Ana tidak pernah terganggu oleh kekacauan pikiranku. Tidak salah aku dalam menempatkan semua hal tentang Ana hanya di hati ku, bukan di pikiranku.

****

Pagi lainnya tentang kebersamaan ku dengan Ana, istri tercinta yang telat kusadari keberadaannya.

"Aku udah, kamu udah?" tanyaku.
"Sudah. Yank boleh kah aku bertanya??" jawab Ana sembari balik bertanya.
"Apapun itu kamu bisa bertanya pada-ku, Ana." ucapku.
"Kenapa kamu selalu membangunkan ku dengan cara yang berbeda di setiap paginya, yank??" senyuman tersungging dengan sedikit menggigit bibir terpajang di wajah Ana.
"Karena kamu bukanlah warna yang sama di setiap pagi ku. Jika aku ada kertas putih, maka kamu adalah tinta yang mewarnaiku sembari membuat lukisan kehidupan kita" jawab ku pada sang bidadari.

****

AKU TAK PERNAH BOSAN UNTUK SELALU MEMBANGUNKANMU, KEKASIHKU.

2 komentar: